Kamis, 11 Agustus 2011

- Rembulan didalam kelambu

“Hendak kemana kau?” lantang suara lelaki itu diantara suara jangkrik yang bernyanyian.

Perempuan itu tak menjawab, tak bergeming, dan tak hendak pula menengok. Aroma tubuhnya memenuhi ruang udara pekat yang dingin menepikan malam. Seraut wajah melekuk indah menelisik rasa di hati.Sesaat hanya punggung dan kilauan rambut panjangnya yang tersisa. Dia pergi … Telapak kaki tak beralas, menyusup perlahan diantara belantara ruang dinihari. Kedua betis ranum meninggalkanku pergi.

Arrggghh lagi-lagi dia meninggalkanku!!! Lagi-lagi aku kalut tak mampu beranjak melupakan lumatan rasa itu. Aku hanya bisa menunggu dan menunggu kehadirannya di waktu yang entah.

Apakah dia akan bersamaku lagi ketika rembulan mulai bernyawa dan memenuh? Ataukah dia hanya akan menyapaku sekejap seperti halnya bulan sabit kemarin?

Rasa kulitnya masih tersisa di relungku. Manis tak habis. Wangi tak bertepi. Layaknya lapis yang tak pernah terkikis.

Apakah aku akan membiarkannya berlalu lagi? Meninggalkanku menunggunya datang di waktu yang entah? Aku kesakitan menantinya. Aku tak hidup tak jua mati, kalau begitu. Berharap desahan kehadirannya mengerjapkan kehidupanku, kembali. Memenuhi ruangan di hidupku dengan wanginya.

Bulan mulai bergeser menuju tempat dia meninggalkanku pergi. Sebentar lagi kokok ayam jantan pastilah akan membangunkan penduduk desa ini. Tak terkecuali suaminya yang kuharapkan segera mati.

Oleh: Senja | 11 August 2011 | 12:50 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar