Aku menuliskan syair ini diatas trotoar, ditemani sekaleng mochacino pemberian temanku.
Ingin sekali kutuliskan surat cinta pada rumput yang bergoyang, dan ucapkan berjuta kasih dan maaf kepada dedaunan.Achh, begitu sulitnya mengakui salah kepada rumput dan selokan di hadapanku, karena egoku telah merasa makhluk paling sempurna.
Beribu malam telah aku habiskan diatas sajadah mewah buatan persia. Namun setiap pagi dan siang kulemparkan sisa-sisa pendukungku reproduksiku keatas rumput dan selokan. Lalu keretaku mengentuti pepohonan dengan begitu bangganya.
Ingin rasanya kumengadu kepada cahaya masa lalu yang berkerlip manja diatas sana, namun aku tak sanggup harus berkata apa kepada mereka semua. Karena katanya aku diciptakan sebagai wakilnya yang istimewa dari yang lainya.
Yeach, sekaleng mochacino telah menyadarkanku dari pingsan. Dan kata orang sempurna itu gila.
Yeach, gila dan gila yang terkadang seperti kuntilanak dalam artikel Pungky yang sok-sokan cinta bumi. Karena sholatku adalah berjalan diatas bumi bersama rumput yang bergoyang.
Ya sudahlah, mochacinoku hampir habis, dan kalengnya akan kubuat tuk kotak pensil keponakanku.
Borneo selatan menjelang mata terpejam.
Oleh : Budi Van Boil | 10 Agustus 2011 | 23 : 49 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar